TERTIB AYAT DAN SURAT DALAM AL-QUR’AN
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah
“Ulumul Qur’an II”
Dosen Pengampu : Afiful ikhwan, M.Pd.I
Oleh :
Agus
Salim
|
2013471879
|
Nova
Andriani
|
2013471944
|
Sriyatin
|
2013471902
|
KELOMPOK VI
PAI MADIN SEMESTER IIIB
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM MUHAMMADIYAH
(STAIM)
TULUNGAGUNG
Oktober 2014
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan
salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian dari
pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu
terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala hormat saya sampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.
Nurul Amin,M.Ag
ketua STAI Muhammadiyah Tulugagung
2.
Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini Afiful ikhwan, M.Pd.I
3.
Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi
dalam penyelesaian makalah.
Atas bimbingan,
petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a dan memohon kepada
Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal soleh di mata Allah
SWT. Amin.
Dan dalam
penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan,
maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif, sehingga bisa diperbaiki
seperlunya.
Akhirnya saya
tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan saya dan
bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa
Robbal 'Alamin.
(PENYUSUN)
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………….…..… i
Kata Pengantar …………………………………………………..…. ii
Daftar Isi …………………………………………………..…. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
LatarBelakangMasalah
……………………………... 1
B.
RumusanMasalah …………………………………….. 2
C.
TujuanMasalah
……………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
URUTAN
AYAT DAN SURAT DALAM AL-QURAN
A.
Urutan ayat al-Qur’an tauqifi atau taufiqi ……………. 3-4
B.
Urutan surat Al-Qur’an tauqifi ataukah taufiqi ………... 4-8
C.
Pendapat ulama mengenai surat al-Anfal dan at-Taubah 8
D.
Pengertian tanqis dan hokum melakukannya……...…… 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
……………………………………………….. 11
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………. 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Al-qur’an merupakan
kitab suci umat islam yang sangat mulia. Kitab yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril selama kurang lebih dua puluh
tiga tahun, sebagai pedoman umat islam di penjuru dunia, karena al-qur’an
memiliki banyak keistimewaa. Selain daripada itu dalam proses penyusunan
al-Qur’an disusun secara bertahap, yaitu dimulai dari nabi Muhammad saw, hingga
pada masa Utsman bin Affan yng berhasil mengumpulkan al-Qur’an sehingga menjadi
mushaf al-qur’an, dimana al-qur’an yang hadir dihadapan dan sering kita baca
adalah mushaf dari rasm usman yang telah disetujui oleh jumhur ulama sebagai
mushaf yang tertib ayat dan surahnya berdasarkan apa yang ada pada masa
Rosullulloh., tetapi banyak penyusunan surah dalam al-qur’an yang menimbulkan
perbedaan dan memberikan kedudukan dalam setiap surah. Namun ada pula beberapa
ulama yang berpendapat lain tentang susunan surah dalam mushaf ustmani
tersebut. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan mushaf para salaf (para
sahabat sebelum al-Qur’an ini dikumpulkan) dalam hal penertiban
surah.
Dalam pembahasan kali
ini penulis menyajikan tentang
sistematika dalam penyusunan surah dan perbedaan
pendapat tentang tertib surah-surah Qur'an. Sebagian mengatakan bahwa apakah
merupakan ketentuan langsung dari Alloh dan Rasul-Nya (tauqifi), atau hanya
merupakan susunan yang dibuat oleh para shahabat (taufiqi). Dan pendapat ketiga
merupakan perpaduan antara kedua pendapat sebelumnya. Semoga memberi manfaat
bagi kita semua.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
urutan ayat Al-Qur’an itu tauqifi atau
taufiqi?
2.
Apakah
urutan surat Al-Quran itu tauqifi atau taufiqi?
3.
Bagaimana
penjelasan ulama mengenai surat al-anfal dan at-taubah?
4.
Apa
pengertian tanqis dan hokum melakukannya?
C. Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui urutan ayat Al-qur’an itu tauqifi atau taufiqi
2.
Untuk
mengetahui urutan surat Al-qur’an itu tauqifi atau taufiqi
3.
Untuk
mengetahui penjelasan ulama mengenai surat al-anfal dan at-tubah.
4.
Untuk
mengetahui pengertian tanqis dan hokum melakukannya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Urutan
ayat Al-Qur’an itu tauqifi atau taufiqi
Al-Qur’an terdiri atas surah-surah
dan ayat-ayat, baik yang panjang maupun yang pendek. Ayat adalah sejumlah kalam
alloh yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur’an.Surah
adalah sejumlah ayat Quran yang mempunyai permulaan dan kesudahan.Tertib atau urutan ayat-ayat dalam
Al-Qur’an adalah tauqifi dari rasulullah. Ada beberapa argumentasi yang
menguatkan pendapat ini “
a. Terdapat sejumlah hadits yang
menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah. Ini menunjukkan ayat-ayat
bersifat tauqifi sebab jika tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat ini
tidak akan didukung oleh hadits-hadits tersebut.
b. Imam
As-Sayuti berkata: ijma’ dan nash banyak sekali yang menetapkan bahwa tertib
ayat adalah tauqifi, yaitu berdasarkan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW.dari
riwayat Huzairah bin al-Yamani mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah
al-A’raf dalam shalat magrib, Nasai meriwayatkan bahwa Rasulullah membaca surat
al-Mukminun pada shalat subuh dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah
membaca surat Qaf ketika Khutbah, riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa
penyusunan ayat-ayat Qur’an adalah tauqifi.([1])
Dengan
demikian, tertib ayat-ayat al-Qur’an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar
di antara kita adalah tauqifi, tanpa diragukan lagi. Al-Suyuti, setelah
menyebutkan hadis-hadis berkenaan dengan surah-surah tertentu mengemukakan:
“Pembacaan surah-surah yang dilakukan Nabi di hadapan para sahabat itu
menunjukkan bahwa tertib atau susunan ayat-ayatnya tauqifi. Sebab, para sahabat
tidak akan menyusunnya dengan tertib yang berbeda dengan yang mereka dengar
dari bacaan Nabi. Maka sampailah tertib ayat seperti demikian kepada tingkat
mutawatir.([2])
B.
Urutan surat Al-Qur’an itu tauqifi atau taufiqi
Ada tiga pendapat ulama terkait
persoalan ini, yaitu:
1.
Seluruh
Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Tauqifi
As-Suyuthi menyatakan
bahwa pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama, di antaranya al-Qadhi Abu
Bakr dalam salah satu pendapatnya. Pendapat ini juga didukung oleh ulama
kontemporer, Syaikh Manna’ al-Qaththan dan Syaikh Muhammad ‘Ali al-Hasan.
Menurut pendapat ini,
tertib surah dalam Al-Qur’an seluruhnya bersifat tauqifi, diberitahu oleh
Jibril kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan perintah Allah
ta’ala. Ada beberapa argumentasi yang menguatkan pendapat ini:
a) Tidak ada seorang
pun shahabat yang menentang penyusunan Al-Qur’an sesuai tertib mushhaf
‘Utsmani. Mereka semua sepakat untuk menerima mushhaf ‘Utsmani, sekaligus
membakar mushhaf-mushhaf lain yang tidak sesuai dengan mushhaf ‘Utsmani.
Seandainya tertib surah hanya ijtihadi, tentu mereka akan membiarkan adanya
mushhaf-mushhaf lain.
b) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca sebagian surah secara tertib pada saat
Shalat. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengumpulkan al-mufashshal dalam
satu rakaat.
c) Al-Bukhari
meriwayatkan dari Ibn Mas’ud, beliau berkata tentang Surah Bani Israa-il,
al-Kahf, Maryam, Thaha, dan al-Anbiya, “Sesungguhnya surah-surah ini termasuk
yang diturunkan di Makkah, dan yang pertama-tama aku pelajari.” Beliau
menyebutkan urutan surah-surah tersebut sebagaimana urutannya yang dikenal
sekarang.
d) al-Kirmani berkata, “Tertib surah
seperti sekarang ini mengikuti tertib surah di sisi Allah –subhanahu wa ta’ala–
di al-Lauh al-Mahfuzh. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ulang
al-Qur’an di hadapan Jibril sekali setiap tahun saat mereka bertemu, dan beliau
membaca ulang al-Qur’an di hadapan Jibril dua kali pada tahun wafatnya beliau,
dan saat turun ayat terakhir, yaitu: وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى
الله, Jibril memerintahkan Nabi untuk meletakkannya di antara ayat
riba dan ayat utang.”
2.
Seluruh Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Ijtihadi
Pendapat ini menyatakan
bahwa tertib surah yang terdapat di mushhaf ‘Utsmani sekarang merupakan ijtihad
dari para shahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in, bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ada argumentasi yang mendukung pendapat ini:
Fakta bahwa tertib surah pada mushhaf yang
dimiliki oleh sebagian shahabat berbeda dengan tertib surah pada mushhaf
‘Utsmani. Misalnya:
1) Mushaf Ali disusun berdasarkan tertib
Nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian Muddassir, lalu Nun, Qalam,
kemudian Muzzammi, dan seterusnya hingga akhir surah Makki dan Madani.
2) Dalam mushaf Ibn Mas’ud yang pertama
ditulis adalah surah al-Baqarah, kemudian Nisa dan kemudian Ali ‘Imran.([3])
3) Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis
adalah Fatihah, Baqarah, kemudian Nisa dan kemudian Ali ‘Imran.([4])
3. Sebagian
Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Tauqifi, dan Sebagian Lagi Ijtihadi
Yang mana ada riwayat-riwayat yang menunjukkan tertib (pengurutan)
sebagian surat di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Telah datang riwayat
yang menunjukkan bahwa tertib as-Sab’u ath-Thiwal, al-Hawaamiim(surat yang
diawali dengan Haamiim), al-Mufashshal (surat-surat pendek), pada
masa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup. Telah
diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau
bersabda:
“Bacalah
olehmu dua surat yang bercahaya; Al-Baqarah dan Ali Imran.”
Dan juga diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam apabila hendak tidur setiap malamnya menggabungkan (menempelkan)
kedua telapak tangannya, kemudian meniupnya lalu membaca: al-Ikhlash dan
al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). (HR. al-Bukhari)
Ibnu
Hajar rahimahullah berkata:”Tertib sebagian surat-surat atau sebagian
besarnya tidak mengahalanginya untuk disebut tauqifi.”dia berdalil
dengan hadits dari al-Hafizh Ibn Hajar berikut ini,
“Tertib sebagian surah, atau sebagian besarnya, tidak dapat ditolak bersifat
tauqifi.” Untuk mendukung pendapatnya, beliau mengemukakan hadits Hudzaifah
ats-Tsaqafi sebagai berikut,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata kepada kami, ‘Telah datang kepadaku waktu untuk membaca hizb
(bagian) dari Al-Qur’an, dan aku tidak ingin keluar sebelum menyelesaikannya.’
Kemudian kami bertanya
kepada para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana
kalian membagi bacaan Al-Qur’an?’ Mereka menjawab, ‘Kami membaginya menjadi
tiga surah, lima surah, tujuh surah, sembilan surah, tiga belas surah, dan
bagian al-mufashshal dari Qaf sampai kami khatam. (Dikeluarkan oleh Ahmad dan
Abu Dawud).
Mengomentari hadits
ini, Ibn Hajar berkata, “Ini menunjukkan bahwa tertib surah-surah seperti dalam
mushhaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam.” Selanjutnya beliau berkata, “Dan mungkin juga tertib tersebut hanya
pada bagian al-mufashshal saja, bukan yang lain.”
Menurut az-Zurqani,
pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang paling baik dan didukung oleh
ulama-ulama terkemuka. Hal ini menurut beliau karena merangkum dalil-dalil yang
menunjukkan bahwa sebagian tertib surah memang bersifat tauqifi dan atsar dari
Ibn ‘Abbas yang menunjukkan tertib sebagian surah yang lain bersifat ijtihadi.
Kritik Syaikh Manna’ al-Qaththan
Terhadap Pendapat Kedua dan Ketiga
Syaikh Manna’
al-Qaththan menyatakan bahwa pendapat yang kedua, yang menyatakan bahwa seluruh
tertib surah berdasarkan ijtihad para shahabat, tidak bersandarkan pada suatu
dalil. Ijtihad sebagian shahabat mengenai tertib surah dalam mushhaf mereka
merupakan ikhtiar mereka sebelum Al-Qur’an dikumpulkan secara tertib. Dan
ketika pada masa ‘Utsman, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya
pada satu huruf, dan umat menyepakati pengumpulan tersebut, para shahabat
tersebut meninggalkan mushhaf-mushhaf yang ada pada mereka. Seandainya tertib
surah merupakan hasil ijtihad, tentu mereka akan tetap berpegang pada
mushhafnya masing-masing.
Sedangkan mengenai
pendapat ketiga, Syaikh Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa dalil-dalilnya
hanya terdapat pada nash-nash yang menunjukkan tertib tauqifi, sedangkan yang
ijtihadi tidak bersandar pada dalil. Dan, ketetapan tauqifi dengan
dalil-dalilnya tidak berarti yang selain itu merupakan hasil ijtihad.
C.
Mengenai surat Al-anfal dan At-Taubah
As-Suyuthi
mengatakan tertib susunan surah Al-Qur’an itu tauqifi kecuali surah
Al-Anfal dan At-Taubah, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas : “Aku bertanya kepada
Utsman : ‘Apakah yang mendorongmu mengambil Anfal yang termasuk katagori masani
dan Bara’ah (At-Taubah) yang termasuk mi’in untuk kamu gabungkan
keduanya menjadi satu tanpa kamu tuliskan diantara keduanya Bismillahirrahmaanirrahim,
dan kamu pun meletakaannya pada as-sab’uth thiwaal (tujuh surat
panjang) ?’.
Usman
menjawab, “ Telah turun kepada Rasulullah surah-surah yang mempunyai
bilangan ayat. Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa orang
penulis wahyu dan mengatakan, Letakkanlah ayat ini pada surah yang di
dalamnya terdapat ayat ini dan ini.” Surah Anfal termasuk surah pertama yang
turun di madinah. Sedang surah Bara’ah termasuk yang terakhir diturunkan. Surah
Anfal serupa dengan surah yang turun dalam surah Bara’ah, sehingga aku mengira
bahwa surah bara’ah adalah bagian dari surah Anfal. Dan sampai wafatnya
Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami bahwa surah Bara’ah adalah sebagian
dari surah Anfal. Maka oleh karena itu
aku gandengkan keduanya, dan aku tidak menuliskan di antara kedua surat
tersebut:
بسم الله الرحمن الرحيم
Lalu aku
menempatkannya di as-Sab’u ath-Thiwal.’” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi,
an-Nasaai, Ibnu Hibban, dan al-Hakimrahimahumullah)
Kritik
Syaikh Manna’ al-Qaththan
Mengenai
hadis tentang surah al-Anfal dan Taubah yang diriwayatkan dari Ibn Abbas di
atas, isnadnya dalam setiap riwayat berkisar pada Yazid al Farsi yang oleh Bukhari
dikategorikan dalam kelompok du'afa'. Di samping itu dalam hadis inipun tedapat
kerancuan mengenai penempatan basmalah pada permulaan surah, yang mengesankan
seakan-akan Usman menetapkannya menurut pendapatnya sendiri dan meniadakannya
juga menurut pendapatnya sendiri. Oleh karena itu dalam komentarnya terdapat
hadis tersebut dalam musnad Imam Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir, menyebutkan,
"Hadis itu tak ada asal mulanya" paling jauh hadis itu hanya
menunjukan ketidak tertiban kedua surah tersebut.
D. Pengertian tanqis dan hukum melakukannya
Tanqis berarti
pengurangan kadar yang telah ditentukan
Contoh
penghapusan bacaan ayat :
لا ترغبوا عن آبائكم ، فإنه كفر بكم
أن ترغبوا عن آبائكم
Artinya : “Janganlah kalian membenci
bapak-bapak kalian. Sesungguhnya hal itu adalah kekufuran bagi kalian dengan
membenci bapak-bapak kalian.”
Dalilnya
adalah perkataan Umar bin Khottob didalam lanjutan hadits sebelumnya
(diatas),”Sesungguhnya kami pernah membaca apa yang kami baca didalam
Kitabullah:
“لا ترغبوا عن آبائكم ، فإنه كفر بكم أن ترغبوا عن آبائكم، أَوْ
إِنَّ كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ "
Hadits tersebut diriwayatkan oleh
Bukhori (6830) dan Muslim (1691)
Al Hafizh
Ibnu Hajar berkata : perkatan “Sesungguhnya kami pernah membaca apa yang kami
baca didalam Kitabullah” artinya bacaannya telah dihapuskan. Dan firman-Nya :
لا ترغبوا عن آبائكم
(Janganlah kamu membenci bapak-bapak kalian)
artinya janganlah kalian menasabkan (mereka) kepada selain bapak-bapak mereka.”
(Fathul Bari 12/148)
Al
Qurthubi mengatakan didalam tafsirnya bahwa pada hakekatnya yang melakukan
penghapusan adalah Allah swt. Dengan demikian keberadaan naskh dengan adanya
ayat-ayat yang dihapuskan dan ayat-ayat yang menghapuskan tidaklah mengurangi
kemurnian Al Qur’an bahwa Al Qur’an berasal dari Allah swt karena yang berhak
melakukan penghapusan tersebut hanyalah Allah swt.
Karena
alloh ta’ala telah menjamin al-qur’an
yang agung ini dari perubahan, penambahan dan pengurangan ataupun pergantian.
Dia telah berfirman :
“sesungguhnya kami
telah menurunkan al-qur’an dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya”
(Al-Hijr:9)
Telah
berlaku masa yang cukup lama semenjak al-qur’an diturunkan (kurang lebih 15
abad ) namun kitab yang suci ini tidak mengalami perubahan, penambahan
pengurangan atau pergantian ini semua menunjukkan kebenaran janji Alloh Ta’ala.[5]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Tertib
atau urutan ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah tauqifi dari nabi, antara lain Terdapat
sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah,
2.
Tertib
atau urutan surah-surah dalam al-qur’an terdapat 3 kelompok pendapat ulama
yaitu : Tauqifi dan
ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan oleh Malaikat Jibril
kepadanya atas perintah Allah. Ijtihad para sahabat,. Dan Sebagian surat
tertibnya bersifat tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan
ijtihad para sahabat.
3.
As-Suyuthi mengatakan tertib susunan
surah Al-Qur’an itu tauqifi kecuali surah Al-Anfal dan At-Taubah
4. Yang melakukan berubahan, penambahan,pengurangan
ataupun pergantian hanyalah Alloh SWT, namun apabila beberapa orang menyakini
adanya perubahan kecil dalam al-qur’an . keyakinan mereka tidak akan mencederai
keseluruhan al-qur’an dan vasilitasnya yang sekarang ada ditangan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Itqaan
fii ‘Uluum al-Qur’an karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H)
Manaahil al-‘Irfaan fii ‘Uluum al-Qur’an karya
Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Azhim az-Zurqani (w. 1367 H)
Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an karya Syaikh
Manna’ ibn Khalil al-Qaththan
(w.
1420 H)
Al-Manaar fii ‘Uluum al-Qur’an Ma’a Madkhal fii Ushuul al-Tafsiir wa Mashaadirih
karya Syaikh Muhammad ‘Ali al-Hasan
Abu
Furqan al-Banjary
Manna Khalil al-Qatthan,2006. Studi
Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa,), hal. 208
Tidak ada komentar:
Posting Komentar