Kamis, 11 Juni 2015

pandangan esensialisme dalam pendidikan

M A K A L A H
(Kelompok: 3)
PANDANGAN ESENSIALISME DALAM PENDIDIKAN
Diajukkan Untuk Memenuhi Mata Kuliah
“FILSAFAT PENDIDIKAN”
Dosen Pengampu:
 Afiful Ikhwan, M.Pd.I




Disusun Oleh :
1.      Ana Miftahul Khoir            (  2013471881 )
2.      Sriyatin                                 (  2013471941 )
3.      Siti Maslikah                        ( 2013471958 )


PAI MADIN SEMESTER IVB
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH (STAIM)
TULUNGAGUNG
Maret 2015
KATA PENGANTAR

          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya,  sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
            Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Akhir.
            Kemudian dari pada itu, kami sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu terhadap tugas ini, mengingat hal itu dengan segala hormat kami sampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1.      Ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung , Bpk. Nurul Amin, M.Ag.
2.      Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini, Bpk. Afiful Ikhwan, M.Pd.I.
3.      Teman-teman dan seluruh pihak yang berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo’a semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal sholeh di mata Allah SWT.Amin
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun demi kelancaran makalah ini dan selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya pada seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal ‘Alamin.


                                                                                                                                                                                                                                   (PENYUSUN)




DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................... i
Kata Pengantar............................................................................................... .... ii
Daftar Isi ........................................................................................................ .... iii

BAB I      PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B.  Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C.  Tujuan Masalah ............................................................................... 2

BAB II    PEMBAHASAN
                 PANDANGAN ESENSIALISME DALAM PENDIDIKAN
A.  Pengertian Esensialisme .................................................................. 3
B.  Pandangan Esensialisme Dalam Pendidikan ................................... 5

BAB III   PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Menurut para esensialis, dalam dunia pendidikan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menimbulkan pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu. Sehingga menyebabkan pendidikan kehilangan arah. Dengan demikian pendidikan harus bersendikan pada nilai-nilai yang dapat mendatangkan stabilitas yaitu nilai yang memiliki tata yang jelas dan telah teruji oleh waktu. Prinsip esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai yang esensial dan bersifat menuntun.
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada Al-Qur'an dan al-Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan. Langkah yang ditempuh Al-Qur'an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini diakui jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan serta ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dalam makalah ini, akan dibahas tentang pengertian Esensialisme dan  pandangan  serta penerapan esensialisme dalam pendidikan yang meliputi, pandangan esensialisme mengenai belajar, kurikulum, peranan sekolah, penilaian kebudayaan, teori pendidikan dan prinsip sekolah esensialisme.




C. Rumusan Masalah
1.      Apa pengetian Esnsialisme?
2.      Bagaimana pandangan esensialisme dalam pendidikan?

D. Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Esensialisme.
2.      Untuk mengetahui pandangan esensialisme dalam pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Esensialisme

            Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealism dan realism. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia Kata esensialisme terdiri dari dua kata yaitu esensi berarti hakiakat, inti, dasar. Dan ditambahkan menjadi esensial yang berarti sangat perlu, sangat berpengaruh.[1]
            Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada teacher college, Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.[2]
            Esensialisme muncul pada zaman Renaisance. Esensialisme dikenal sebagai gerakan pendidikan dan juga sebagai aliran filsafat pendidikan. Esensialisme berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti  atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Bagi esensialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
            Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain itu juga diwarnai  oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.[3]
            Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.[4] Imam Barnadib (1981), menyebutkan bebrapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu: Desiderius Erasmus, John Locke (1632-1704), Johann Friedrich Herbert (1776 – 1841), Johan Henrich Pestalozzi (1746-1827), William T. Harris (1835-1909).
            Dalam rangka mempertahankan pahamnya, tokoh-tokoh esensialisme mendirikan suatu organisasi yang bernama ‘Essentialist Commitee for the Advancemen’ pada tahun 1930. Melalui organisasinya inilah pandangan-pandangan esensialisme dikembangkan dalam dunia pendidikan. Sebagaiman telah disinggung dimuka bahwa esensialisme mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, maka konsep-konsepnya tentang pendidikan sedikit banyak ikut diwarnai oleh konsep-konsep idealisme dan realisme.[5]
            Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman awal peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh zaman, kondisi dan sejarah kebudayaan, demikian ialah esensial yang mampu pula mengembangkan masa sekarang dan masa depan umat manusia. Dengan artian esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal.

B. Panadangan Esensialisme dalam Pendidikan
            Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada di masyarakat.[6]
            Fungsi utama sekolah adalah untuk membina suatu tempat refrensi untuk anak didik dalam menghadapi ilmu pengetahuan dan trsdisi yang sudah berkembang sedemikian rupa. Sekolah tinggal merealisasikannya, mengadakan seleksi dan menentukan apa yang sebenarnya baik dan benar untuk dipelajari anak didik.[7]
1.      Pandangan dan Penerapan Esensialisme Dalam Bidang Pendidikan
a.       Pandangan esensialisme mengenai belajar
Idealisme sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada individu tersebut. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir, belajar  dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri. Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi dan diteruskan kepada angkatan berikutnya.
Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis, yaitu determinasi mutlak dan determinasi terbatas. Determinisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.
b.      Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Kurikulum itu bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan.
Menurut Essensialisme: “Kurikulum yang kaya, yang berurutan dan sistematis yang didasarkan pada target yang tidak dapat dikurangi sebagai suatu kesatuan pengetahuan, kecakapan- kacakapan  dan  sikap  yang  berlaku  di  dalam  kebudayaaan  yang  demokratis. Kurikulum dibuat memang sudah didasarkan pada urgensi yang ada di dalam kebudayaan tempat hidup si anak”.
c.       Peranan Sekolah menurut Essensialisme
Sekolah berfungsi sebagai pendidik warganegara supaya hidup sesuai dengan  prinsip-prinsip dan lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakatnya serta  membina kembali tipe dan mengoperkan kebudayaan, warisan sosial, dan membina  kemampuan penyesuaian diri individu kepada masyarakatnya dengan menanamkan pengertian tentang fakta-fakta, kecakapan-kecakapan dan ilmu pengetahuan.
d.      Penilaian Kebudayaan menurut Essensialisme
Essensialisme sebagai teori pendidikan dan kebudayaan melihat kenyataan  bahwa lembaga-lembaga dan praktik-praktik kebudayaan modern telah gagal dalam banyak hal untuk memenuhi harapan zaman modern. Maka untuk menyelamatkan manusia dan kebudayaannya, harus diusahakan melalui pendidikan.
e.       Teori Pendidikan Menurut Eensialisme
1)      Tujuan Pendidikan
          Tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan. Keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan  intelek atau kecerdasan.
2)      Metode Pendidikan
          Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered). Umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan, dan mereka haru dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah-lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode-metode tradisional yang tepat. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas; dan penguasan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.
3)      Kurikulum
          Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang pokok. Kurikulum Sekolah Dasar ditekankan pada pengembangan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika. Kurikulum Sekolah Menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu kealaman, humaniora, serta bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap mata-mata pelajaran tersebut dipandang sebagai suatu dasar utama bagi pendidikan umum yang diperlukan untuk dapat hidup sempurna. Studi yang ketat tentang disiplin tersebut akan dapat mengembangkan kesadaran pelajar, dan pada saat yang sama membuat mereka menyadari dunia fisik yang mengitari mereka. Penguasaan fakta dan konsep-konsep pokok dan disiplin-disiplin yang inti adalah wajib.
4)      Pelajar
                      Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang siap melakukan latihan-latihan intelektif atau berpikir. Sekolah bertanggungjawab atas pemberian pelajaran yang logis atau dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.
5)      Pengajar
Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas. Guru berperanan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.
2.      Prinsip – prinsip Pendidikan Esensialisme
a.       Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan dapat menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.
b.      Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak didik.
c.       Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang telah ditentukan.
d.      Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
e.       Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum, karena dianggap tuntunan demokrasi yang nyata.[8]

 BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealism dan realism. Menurut Kamus Bahasa Indonesia Kata esensialisme terdiri dari dua kata yaitu esensi berarti hakiakat, inti, dasar. Dan ditambahkan menjadi esensial yang berarti sangat perlu, sangat berpengaruh. Aliran Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-kebudayaan lama. Dasar dari aliran Esensialisme ini adalah pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian yang ilmiah dan materialistik.tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh para ahli adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Tujuan umum aliran Esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dumia dan akhirat, dan isi penndidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mengrah pada kehendak manusia.
2.      Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan.  Pandangan esensialisme dalam pendidikan meliputi, pandangan esensialisme mengenai belajar, kurikulum, peranan sekolah, penilaian kebudayaan, teori pendidikan dan prinsip sekolah esensialisme yang semuanya saling berkaitan.


DAFTAR PUSTAKA

Santoso. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. 2012. Jakarta: Pustaka Agung Harapan.
Shofiorenza. Filsafat Pendidikan Esensialisme. dalam  http://shofiorenza.blogspot.com/2010/11/filsafat-pendidikan esensialisme.html,diunggah pada Minggu 07 November 2010.

Zuharini, Dkk. Filsafat Pendidikan Islam. 1992. Jakarta: Bumi Aksara.

Anan-nur. Filsafat Pendidikan Essensialisme. dalam http://anan-nur.blogspot.com/2012/03/filsafat-pendidikan-essensialisme.html.diunggah pada Sabtu 24 Maret 2012.

As Said, Muhammad. Filsafat Pendidikan Islam. 2011. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Afidburhanudin. Filsafat Esensialisme Dalam Pendidikan. dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalam-pendidikan/, diunggah pada Kamis 07 November 2013.


















                [1]Santoso, Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Agung Harapan, 2012), hlm.162.
                [2]Shofiorenza, Filsafat Pendidikan Esensialisme, dalam  http://shofiorenza.blogspot.com/2010/11/filsafat-pendidikan-esensialisme.html,diunggah pada Minggu 07 November 2010.
                [3]Dra. Zuharini. dkk, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm.25.
                [4]Anan-nur, Filsafat Pendidikan Essensialisme, dalam http://anan-nur.blogspot.com/2012/03/filsafat-pendidikan-essensialisme.html, diunggah pada Sabtu 24 Maret 2012.
                [5]Dra. Zuharini. dkk, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 25.
                [6]Ibid, hlm. 27.
                [7]Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), hlm. 75.
                [8]Afidburhanudin, Filsafat Esensialisme Dalam Pendidikan, dalam https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-dalam-pendidikan/, diunggah pada Kamis 07 November 2013. 





















  





Sabtu, 22 November 2014

TERTIB AYAT DAN SURAT DALAM AL-QUR’AN




TERTIB AYAT DAN SURAT DALAM AL-QUR’AN
MAKALAH
Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah
“Ulumul Qur’an II”
Dosen Pengampu : Afiful ikhwan, M.Pd.I

Oleh :
Agus Salim
2013471879
Nova Andriani
2013471944
Sriyatin
2013471902

KELOMPOK VI
PAI MADIN SEMESTER IIIB
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH (STAIM)
 TULUNGAGUNG
Oktober 2014

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.
Kemudian dari pada itu, saya sadar bahwa dalam menyusun makalah ini banyak yang membantu terhadap usaha saya, mengingat hal itu dengan segala hormat saya sampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1.         Nurul Amin,M.Ag ketua STAI Muhammadiyah Tulugagung
2.        Dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini Afiful ikhwan, M.Pd.I
3.        Teman – teman dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah.

Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut saya hanya dapat berdo' a dan memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal soleh di mata Allah SWT. Amin.
Dan dalam penyusunan makalah ini saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu saya mengharapkan keritikan positif, sehingga bisa diperbaiki seperlunya.
Akhirnya saya tetap berharap semoga makalah ini menjadi butir-butir amalan saya dan bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Robbal 'Alamin.


  (PENYUSUN)

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul          ……………………………………………….…..…      i
Kata Pengantar         …………………………………………………..….      ii
Daftar Isi                    …………………………………………………..….      iii

BAB I             PENDAHULUAN
A.    LatarBelakangMasalah   ……………………………...        1
B.     RumusanMasalah ……………………………………..       2
C.     TujuanMasalah   ………………………………………       2

BAB II            PEMBAHASAN
                        URUTAN AYAT DAN SURAT DALAM AL-QURAN
A.    Urutan ayat al-Qur’an tauqifi atau taufiqi   …………….     3-4
B.     Urutan surat Al-Qur’an tauqifi ataukah taufiqi ………...     4-8
C.     Pendapat ulama mengenai surat al-Anfal dan at-Taubah       8
D.    Pengertian tanqis dan hokum melakukannya……...……      9

BAB III          PENUTUP
Kesimpulan   ………………………………………………..      11

DAFTAR PUSTAKA   …………………………………………………….   12





iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Al-qur’an merupakan kitab suci umat islam yang sangat mulia. Kitab yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, sebagai pedoman umat islam di penjuru dunia, karena al-qur’an memiliki banyak keistimewaa. Selain daripada itu dalam proses penyusunan al-Qur’an disusun secara bertahap, yaitu dimulai dari nabi Muhammad saw, hingga pada masa Utsman bin Affan yng berhasil mengumpulkan al-Qur’an sehingga menjadi mushaf al-qur’an, dimana al-qur’an yang hadir dihadapan dan sering kita baca adalah mushaf dari rasm usman yang telah disetujui oleh jumhur ulama sebagai mushaf yang tertib ayat dan surahnya berdasarkan apa yang ada pada masa Rosullulloh., tetapi banyak penyusunan surah dalam al-qur’an yang menimbulkan perbedaan dan memberikan kedudukan dalam setiap surah. Namun ada pula beberapa ulama yang berpendapat lain tentang susunan surah dalam mushaf ustmani tersebut. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan mushaf para salaf (para sahabat sebelum al-Qur’an ini dikumpulkan) dalam  hal  penertiban surah.
Dalam pembahasan kali ini  penulis menyajikan tentang sistematika dalam penyusunan surah dan perbedaan pendapat tentang tertib surah-surah Qur'an. Sebagian mengatakan bahwa apakah merupakan ketentuan langsung dari Alloh dan Rasul-Nya (tauqifi), atau hanya merupakan susunan yang dibuat oleh para shahabat (taufiqi). Dan pendapat ketiga merupakan perpaduan antara kedua pendapat sebelumnya. Semoga memberi manfaat bagi kita semua.
                                                  


B.  Rumusan Masalah

1.        Apakah urutan ayat Al-Qur’an  itu tauqifi atau taufiqi?
2.        Apakah urutan surat Al-Quran itu tauqifi atau taufiqi?
3.        Bagaimana penjelasan ulama mengenai surat al-anfal dan at-taubah?
4.        Apa pengertian tanqis dan hokum melakukannya?

C.  Tujuan Masalah
1.        Untuk mengetahui urutan ayat Al-qur’an itu tauqifi atau taufiqi
2.        Untuk mengetahui urutan surat Al-qur’an itu tauqifi atau taufiqi
3.        Untuk mengetahui penjelasan ulama mengenai surat al-anfal dan at-tubah.
4.        Untuk mengetahui pengertian tanqis dan hokum melakukannya














BAB II
PEMBAHASAN
A.  Urutan ayat Al-Qur’an itu tauqifi atau taufiqi
Al-Qur’an terdiri atas surah-surah dan ayat-ayat, baik yang panjang maupun yang pendek. Ayat adalah sejumlah kalam alloh yang terdapat dalam sebuah surah dari Qur’an.Surah adalah sejumlah ayat Quran yang mempunyai permulaan dan kesudahan.Tertib atau urutan ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah tauqifi dari rasulullah. Ada beberapa argumentasi yang menguatkan pendapat ini “
a.       Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah. Ini menunjukkan ayat-ayat bersifat tauqifi sebab jika tertibnya dapat diubah, tentulah ayat-ayat ini tidak akan didukung oleh hadits-hadits tersebut.
b.      Imam As-Sayuti berkata: ijma’ dan nash banyak sekali yang menetapkan bahwa tertib ayat adalah tauqifi, yaitu berdasarkan petunjuk dari Nabi Muhammad SAW.dari riwayat Huzairah bin al-Yamani mengatakan bahwa Rasulullah membaca surah al-A’raf dalam shalat magrib, Nasai meriwayatkan bahwa Rasulullah membaca surat al-Mukminun pada shalat subuh dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah membaca surat Qaf ketika Khutbah, riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa penyusunan ayat-ayat Qur’an adalah tauqifi.([1])

Dengan demikian, tertib ayat-ayat al-Qur’an seperti yang ada dalam mushaf yang beredar di antara kita adalah tauqifi, tanpa diragukan lagi. Al-Suyuti, setelah menyebutkan hadis-hadis berkenaan dengan surah-surah tertentu mengemukakan: “Pembacaan surah-surah yang dilakukan Nabi di hadapan para sahabat itu menunjukkan bahwa tertib atau susunan ayat-ayatnya tauqifi. Sebab, para sahabat tidak akan menyusunnya dengan tertib yang berbeda dengan yang mereka dengar dari bacaan Nabi. Maka sampailah tertib ayat seperti demikian kepada tingkat mutawatir.([2])
B.  Urutan surat Al-Qur’an itu tauqifi atau taufiqi
Ada tiga pendapat ulama terkait persoalan ini, yaitu:
1.              Seluruh Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Tauqifi
As-Suyuthi menyatakan bahwa pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama, di antaranya al-Qadhi Abu Bakr dalam salah satu pendapatnya. Pendapat ini juga didukung oleh ulama kontemporer, Syaikh Manna’ al-Qaththan dan Syaikh Muhammad ‘Ali al-Hasan.
Menurut pendapat ini, tertib surah dalam Al-Qur’an seluruhnya bersifat tauqifi, diberitahu oleh Jibril kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan perintah Allah ta’ala. Ada beberapa argumentasi yang menguatkan pendapat ini:

a) Tidak ada seorang pun shahabat yang menentang penyusunan Al-Qur’an sesuai tertib mushhaf ‘Utsmani. Mereka semua sepakat untuk menerima mushhaf ‘Utsmani, sekaligus membakar mushhaf-mushhaf lain yang tidak sesuai dengan mushhaf ‘Utsmani. Seandainya tertib surah hanya ijtihadi, tentu mereka akan membiarkan adanya mushhaf-mushhaf lain.

b) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca sebagian surah secara tertib pada saat Shalat. Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan al-mufashshal  dalam satu rakaat.

c) Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibn Mas’ud, beliau berkata tentang Surah Bani Israa-il, al-Kahf, Maryam, Thaha, dan al-Anbiya, “Sesungguhnya surah-surah ini termasuk yang diturunkan di Makkah, dan yang pertama-tama aku pelajari.” Beliau menyebutkan urutan surah-surah tersebut sebagaimana urutannya yang dikenal sekarang.

d) al-Kirmani berkata, “Tertib surah seperti sekarang ini mengikuti tertib surah di sisi Allah –subhanahu wa ta’ala– di al-Lauh al-Mahfuzh. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ulang al-Qur’an di hadapan Jibril sekali setiap tahun saat mereka bertemu, dan beliau membaca ulang al-Qur’an di hadapan Jibril dua kali pada tahun wafatnya beliau, dan saat turun ayat terakhir, yaitu: وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى الله, Jibril memerintahkan Nabi untuk meletakkannya di antara ayat riba dan ayat utang.”
2.       Seluruh Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Ijtihadi
Pendapat ini menyatakan bahwa tertib surah yang terdapat di mushhaf ‘Utsmani sekarang merupakan ijtihad dari para shahabat ridhwanullahi ‘alaihim ajma’in, bukan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada argumentasi yang mendukung pendapat ini:
 Fakta bahwa tertib surah pada mushhaf yang dimiliki oleh sebagian shahabat berbeda dengan tertib surah pada mushhaf ‘Utsmani. Misalnya:  
1)      Mushaf Ali disusun berdasarkan tertib Nuzul, yakni dimulai dengan Iqra’, kemudian Muddassir, lalu Nun, Qalam, kemudian Muzzammi, dan seterusnya hingga akhir surah Makki dan Madani.
2)      Dalam mushaf Ibn Mas’ud yang pertama ditulis adalah surah al-Baqarah, kemudian Nisa dan kemudian Ali ‘Imran.([3])
3)      Dalam mushaf Ubai yang pertama ditulis adalah Fatihah, Baqarah, kemudian Nisa dan kemudian Ali ‘Imran.([4])

3.       Sebagian Tertib Surah dalam Al-Qur’an Bersifat Tauqifi, dan Sebagian Lagi Ijtihadi
Yang mana ada riwayat-riwayat yang menunjukkan tertib (pengurutan) sebagian surat di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Telah datang riwayat yang menunjukkan bahwa tertib as-Sab’u ath-Thiwal, al-Hawaamiim(surat yang diawali dengan Haamiim), al-Mufashshal (surat-surat pendek), pada masa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup. Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Bacalah olehmu dua surat yang bercahaya; Al-Baqarah dan Ali Imran.”
Dan juga diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila hendak tidur setiap malamnya menggabungkan (menempelkan) kedua telapak tangannya, kemudian meniupnya lalu membaca: al-Ikhlash dan al-Mu’awwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). (HR. al-Bukhari) 
Ibnu Hajar rahimahullah berkata:”Tertib sebagian surat-surat atau sebagian besarnya tidak mengahalanginya untuk disebut tauqifi.”dia berdalil dengan hadits dari al-Hafizh Ibn Hajar berikut ini, “Tertib sebagian surah, atau sebagian besarnya, tidak dapat ditolak bersifat tauqifi.” Untuk mendukung pendapatnya, beliau mengemukakan hadits Hudzaifah ats-Tsaqafi sebagai berikut,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, ‘Telah datang kepadaku waktu untuk membaca hizb (bagian) dari Al-Qur’an, dan aku tidak ingin keluar sebelum menyelesaikannya.’
Kemudian kami bertanya kepada para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bagaimana kalian membagi bacaan Al-Qur’an?’ Mereka menjawab, ‘Kami membaginya menjadi tiga surah, lima surah, tujuh surah, sembilan surah, tiga belas surah, dan bagian al-mufashshal dari Qaf sampai kami khatam. (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud).
Mengomentari hadits ini, Ibn Hajar berkata, “Ini menunjukkan bahwa tertib surah-surah seperti dalam mushhaf sekarang adalah tertib surah pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Selanjutnya beliau berkata, “Dan mungkin juga tertib tersebut hanya pada bagian al-mufashshal saja, bukan yang lain.”
Menurut az-Zurqani, pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang paling baik dan didukung oleh ulama-ulama terkemuka. Hal ini menurut beliau karena merangkum dalil-dalil yang menunjukkan bahwa sebagian tertib surah memang bersifat tauqifi dan atsar dari Ibn ‘Abbas yang menunjukkan tertib sebagian surah yang lain bersifat ijtihadi.
Kritik Syaikh Manna’ al-Qaththan Terhadap Pendapat Kedua dan Ketiga
Syaikh Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa pendapat yang kedua, yang menyatakan bahwa seluruh tertib surah berdasarkan ijtihad para shahabat, tidak bersandarkan pada suatu dalil. Ijtihad sebagian shahabat mengenai tertib surah dalam mushhaf mereka merupakan ikhtiar mereka sebelum Al-Qur’an dikumpulkan secara tertib. Dan ketika pada masa ‘Utsman, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya pada satu huruf, dan umat menyepakati pengumpulan tersebut, para shahabat tersebut meninggalkan mushhaf-mushhaf yang ada pada mereka. Seandainya tertib surah merupakan hasil ijtihad, tentu mereka akan tetap berpegang pada mushhafnya masing-masing.
Sedangkan mengenai pendapat ketiga, Syaikh Manna’ al-Qaththan menyatakan bahwa dalil-dalilnya hanya terdapat pada nash-nash yang menunjukkan tertib tauqifi, sedangkan yang ijtihadi tidak bersandar pada dalil. Dan, ketetapan tauqifi dengan dalil-dalilnya tidak berarti yang selain itu merupakan hasil ijtihad.
C.    Mengenai surat Al-anfal dan At-Taubah

As-Suyuthi mengatakan tertib susunan surah Al-Qur’an itu tauqifi kecuali surah Al-Anfal dan At-Taubah, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas : “Aku bertanya kepada Utsman : ‘Apakah yang mendorongmu mengambil Anfal yang termasuk katagori masani dan Bara’ah (At-Taubah) yang termasuk mi’in untuk kamu gabungkan keduanya menjadi satu tanpa kamu tuliskan diantara keduanya Bismillahirrahmaanirrahim, dan kamu pun meletakaannya pada as-sab’uth thiwaal (tujuh surat panjang) ?’.
Usman menjawab, “   Telah turun kepada Rasulullah surah-surah yang mempunyai bilangan ayat. Apabila ada ayat turun kepadanya, ia panggil beberapa orang penulis wahyu dan mengatakan,  Letakkanlah ayat ini pada surah yang di dalamnya terdapat ayat ini dan ini.” Surah Anfal termasuk surah pertama yang turun di madinah. Sedang surah Bara’ah termasuk yang terakhir diturunkan. Surah Anfal serupa dengan surah yang turun dalam surah Bara’ah, sehingga aku mengira bahwa surah bara’ah adalah bagian dari surah Anfal. Dan sampai wafatnya Rasulullah tidak menjelaskan kepada kami bahwa surah Bara’ah adalah sebagian dari surah Anfal. Maka oleh karena itu aku gandengkan keduanya, dan aku tidak menuliskan di antara kedua surat tersebut:

بسم الله الرحمن الرحيم 
Lalu aku menempatkannya di as-Sab’u ath-Thiwal.’” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasaai, Ibnu Hibban, dan al-Hakimrahimahumullah) 


Kritik Syaikh Manna’ al-Qaththan
Mengenai hadis tentang surah al-Anfal dan Taubah yang diriwayatkan dari Ibn Abbas di atas, isnadnya dalam setiap riwayat berkisar pada Yazid al Farsi yang oleh Bukhari dikategorikan dalam kelompok du'afa'. Di samping itu dalam hadis inipun tedapat kerancuan mengenai penempatan basmalah pada permulaan surah, yang mengesankan seakan-akan Usman menetapkannya menurut pendapatnya sendiri dan meniadakannya juga menurut pendapatnya sendiri. Oleh karena itu dalam komentarnya terdapat hadis tersebut dalam musnad Imam Ahmad. Syaikh Ahmad Syakir, menyebutkan, "Hadis itu tak ada asal mulanya" paling jauh hadis itu hanya menunjukan ketidak tertiban kedua surah tersebut.
D.  Pengertian tanqis dan hukum melakukannya
Tanqis berarti pengurangan kadar yang telah ditentukan
Contoh penghapusan bacaan ayat :
لا ترغبوا عن آبائكم ، فإنه كفر بكم أن ترغبوا عن آبائكم
Artinya : “Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian. Sesungguhnya hal itu adalah kekufuran bagi kalian dengan membenci bapak-bapak kalian.”
Dalilnya adalah perkataan Umar bin Khottob didalam lanjutan hadits sebelumnya (diatas),”Sesungguhnya kami pernah membaca apa yang kami baca didalam Kitabullah:
لا ترغبوا عن آبائكم ، فإنه كفر بكم أن ترغبوا عن آبائكم، أَوْ إِنَّ كُفْرًا بِكُمْ أَنْ تَرْغَبُوا عَنْ آبَائِكُمْ "
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhori (6830) dan Muslim (1691)
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata : perkatan “Sesungguhnya kami pernah membaca apa yang kami baca didalam Kitabullah” artinya bacaannya telah dihapuskan. Dan firman-Nya :
لا ترغبوا عن آبائكم
 (Janganlah kamu membenci bapak-bapak kalian) artinya janganlah kalian menasabkan (mereka) kepada selain bapak-bapak mereka.” (Fathul Bari 12/148)
Al Qurthubi mengatakan didalam tafsirnya bahwa pada hakekatnya yang melakukan penghapusan adalah Allah swt. Dengan demikian keberadaan naskh dengan adanya ayat-ayat yang dihapuskan dan ayat-ayat yang menghapuskan tidaklah mengurangi kemurnian Al Qur’an bahwa Al Qur’an berasal dari Allah swt karena yang berhak melakukan penghapusan tersebut hanyalah Allah swt.
Karena alloh ta’ala telah  menjamin al-qur’an yang agung ini dari perubahan, penambahan dan pengurangan ataupun pergantian. Dia telah berfirman :
“sesungguhnya kami telah menurunkan al-qur’an dan sesungguhnya kami tetap memeliharanya” (Al-Hijr:9)
Telah berlaku masa yang cukup lama semenjak al-qur’an diturunkan (kurang lebih 15 abad ) namun kitab yang suci ini tidak mengalami perubahan, penambahan pengurangan atau pergantian ini semua menunjukkan kebenaran janji Alloh Ta’ala.[5]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.    Tertib atau urutan ayat-ayat dalam Al-Qur’an adalah tauqifi dari nabi, antara lain Terdapat sejumlah hadits yang menunjukkan keutamaan beberapa ayat dari surah-surah,
2.    Tertib atau urutan surah-surah dalam al-qur’an terdapat 3 kelompok pendapat ulama yaitu : Tauqifi  dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan oleh Malaikat Jibril kepadanya atas perintah Allah. Ijtihad para sahabat,. Dan Sebagian surat tertibnya bersifat tauqifi dan sebagian lainnya berdasarkan ijtihad para sahabat.
3.    As-Suyuthi mengatakan tertib susunan surah Al-Qur’an itu tauqifi kecuali surah Al-Anfal dan At-Taubah
4.    Yang melakukan berubahan, penambahan,pengurangan ataupun pergantian hanyalah Alloh SWT, namun apabila beberapa orang menyakini adanya perubahan kecil dalam al-qur’an . keyakinan mereka tidak akan mencederai keseluruhan al-qur’an dan vasilitasnya yang sekarang ada ditangan kita.









DAFTAR PUSTAKA
Al-Itqaan fii ‘Uluum al-Qur’an karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H)
Manaahil al-‘Irfaan fii ‘Uluum al-Qur’an karya Syaikh Muhammad ‘Abdul   ‘Azhim az-Zurqani (w. 1367 H)
 Mabaahits fii ‘Uluum al-Qur’an karya Syaikh Manna’ ibn Khalil al-Qaththan
(w. 1420 H)
 Al-Manaar fii ‘Uluum al-Qur’an Ma’a  Madkhal fii Ushuul al-Tafsiir wa Mashaadirih karya Syaikh Muhammad ‘Ali al-Hasan
Abu Furqan al-Banjary
Manna Khalil al-Qatthan,2006. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa,), hal. 208





[1]DR. Dawud Al-Athar, op.cit, hal. 176.
[2] Lihat al-Itqan, jilid II, Hal. 61

[3] Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, 2006), hal. 208
[4] Ibid. h.152-153

[5] lihat :kitab al-ushul fit-tafsir oleh ;syaikh At-Ustman.hal 10